menu

Sabtu, 04 Mei 2013

MUNASABAH



A.    Pengertian dan Fungsi Munasabah
          Munasabah dalam pengertian bahasa berarti cocok, pantas, hubungan, pertalian, sebab, dan mendekati. Sedangkan dalam khazanah ilmu al-Qur’an, istilah munasabah digunakan untuk mengungkap segi-segi hubungan antar satu ayat dengan ayat yang lain dan satu surat dengan surat yang lain secara rasional intuitif (‘aqli), inderawi (hissi), imaginatif (khayali), atau ketergantungan mentalistik (at-talazum al-zihni), maupun keterkaitan eksternal (at-talazum al-kharji).
Ada beberapa pendapat mengenai pengertian munasabah secara terminology yang diungkapkan oleh ulama’ ahli tafsir, yaitu
  1. Menurut Az-Zarkasi:
Munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami. Tatkala dihadapkan kepada akal, pasti akal itu akan menerimanya.
2.      Menurut Manna’ Al-Qaththan:
Munasabah adalah sisi keterikatan antara beberapa ungkapan di dalam satu ayat, atau antar ayat pada beberapa ayat, atau antar surat, (di dalam al-Qur’an).
3.      Menurut Al-‘Arabi:
Munasabah adalah keterkaitan ayat-ayat al-Qur’an sehingga seolah-olah merupakan satu ungkapan yang mempunyai kesatuan makna dan keteraturan redaksi. Munasabah merupakan ilmu yang sangat agung.
4.      Menurut Al-Biqa’i:
Munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui alasan-alasan dibalik susunan atau urutan bagian-bagian al-Qur’an, baik ayat dengan ayat, atau surat dengan surat.
2
Ilmu munasabah al-Qur’an mempunyai beberapa fungsi (faedah), yaitu:
1.      Dapat membantu memahami adanya takwil ayat.
  1. Dapat mengetahui makna-makna al-Qur’an, I’jaznya, menetapkan penjelasan, keteraturan kalamnya dan keindahan uslubnya.
  2. Dapat mengetahui kedudukan suatu ayat yang terkadang sebagai ta’kid ayat sebelumnya, atau sebagai tafsiran, atau selingan.
  3. Dapat mengetahui kondisi dan situasi yang merupakan latar belakang (background)nya suatu peristiwa.
  4. Dapat mengetahui ‘alaqah antara khitam suatu surat dengan fatihah surat berikutnya, atau fatihah dengan khitam satu surat.
B.     Sejarah Kemunculan Ilmu Munasabah
           Susunan turunnya ayat-ayat al-Qur’an berdasarkan sejarah turunnya kepada Nabi Saw. berbeda dengan susunan ayat-ayat al-Qur’an dalam mushaf Utsmani. Ayat yang mula-mula turun berdasarkan sejarah adalah lima ayat awal al-‘Alaq, sedangkan berdasarkan susunan surat mushaf Utsmani, ayat-ayat yang pertama adalah ayat-ayat yang termaktub dalam surat al-Fatihah.
Sedangkan ayat yang terahir turun adalah ayat 281 surat al-Baqarah, namun yang tercatat dalam mushaf justru surat an-Nas. Peralihan susunan dari tertib nuzul kepada tertib mushaf adalah suatu rahasia yang harus diperhatikan. Proses peralihan itu menekan waktu 22 tahun lebih (Rafi’y Musthafa Shadiq; 1973, 34). Dan usaha ini berakhir pada kajian munasabah. Oleh karena itu, sejarah munasabah tidak dapat dilepaskan dari sejarah awal turunnya ayat pertama.
Wacana tentang munasabah telah menjadi perbincangan ahli tafsir semenjak masa awal. Pada abad ke-4 H. muncul Abu Bakr al-Nisaburi (w. 309 H.) yang mengintodrusir pengungkapan keserasian antar satu ayat dengan ayat yang lain satu surat dengan surat yang lain berdasarkan urutan dalam mushaf. Sarjana berikutnya, Fakhr al-Din al-Razi (w. 606 H.) dalam karya tafsinya al-Tafsir al-Kabir, Abu ja’far ibn Zubayr (w. 708 H.)
3
 dan penulis ensiklopedi munasabah dalam tafsir, Ibrahim al-Biqa’i (w. 885 H.
C.    Cara Mengetahui Munasabah
Dalam meneliti keserasian susunan ayat dan surat (munasabah) dalam al-Qur’an diperlukan ketelitian dan pemikiran yang mendalam. Menurut As-Suyuthi, ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan untuk menemukan munasabah dalam al-Qur’an, yaitu:
  1. Harus diperhatikan tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi objek pencarian.
  2. Memerhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam surat.
  3. Menentukan tingkatan uraian-uraian itu, apakah ada hubungannya ataukah tidak.
  4. Dalam mengambil kesimpulan, hendaknya memerhatikan ungkapan-ungkapan bahasanya dengan benar dan tidak berlebihan.
D.    Bentuk-Bentuk Munasabah
Dalam al-Qur’an terdapat beberapa bentuk munasabah, baik munasabah antar surat maupun munasabah antar ayat. Bentuk-bentuk munasabah tersebut yaitu:
1.    Munasabah Antar Surat
Munasabah antar surat maksudnya adalah hubungan makna inti dari suatu surat dengan surat sesudahnya atau sebelumnya. Hubungan makna ini mencakup beberapa macam, yaitu:
a.       Munasabah Antar Nama Surat.
Biasanya, antara nama surat-surat dengan nama surat sesudahnya atau nama surat sebelumnya, terdapat hubungan arti. Contohnya, urutan surat Muhammad atau al-Qital (47), al-Fath (48), dan al-Hujurat (49). Al-Qital artinya perang, al-Fath artinya kemenangan, dan al-Hujurat artinya kamar-kamar dalam hal ini,
4
pembagian tugas. Biasanya sesudah perang terjadi kemenangan, dan setelah kemenangan disusul oleh tugas pembangunan yang memerlukan pembagian tugas.

b.      Hubungan Antara Awal Surat Dengan Akhir Surat.
Artinya, isi awal surat berkaitan dengan apa yang disebutkan dalam akhir surat itu. Sebagai contoh, surat an-Nisaa’ diawali dengan masalah penciptaan manusia dengan pasangannya,
yang selanjutnya menimbulkan perkawinan, yang berujung pada keturunan. Pada akhir surat ini membicarakan masalah kalalah, yang dihubungkan masalah warisan. Bagaimanapun perkawainan dan keturunan berkaitan erat dengan masalah warisan.
c.       Hubungan Antara Akhir Surat Dengan Awal Surat Berikutnya.
Artinya, bagian akhir surat berhubungan dengan bagian awal surat berikutnya. Sebagai contoh, akhiran surat al-maidah yang artinya:
kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada didalamnya, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu
Akhiran surat tersebut berkaitan dengan awalan surat berikutnya, yaitu surat al-An’am, yang artinya:
“segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi…”
d.      Hubungan Kandungan Surat Secara Umum Dengan Surat Berikutnya.
Contohnya adalah persesuaian antara isi surat al-Baqarah dan Isi surat Ali Imran. Kedua-duanya diawali dengan alif lam mim. Dalam surt al-Baqarah disebutkan tentang Nabi Adam as., yang langsung diciptakan Tuhan, sedangkan dalam surat Ali imran, disebutkan tentang kehadiran Nabi Isa as., keduanya diciptakan Allah menyimpang dari kebiasaan.
5
 Dalam surat al-Baqarah, sifat dan perbuatan orang-orang yahudi dibentangkan secara luas disertai hujjah untuk mematahkan hujjah yang membela kesesatan mereka, sedangkan dalam surat Ali Imran, dibentangkan hal-hal yang serupa yang berhubungan dengan orang Nasrani.
2.     Munasabah Antar Ayat
Adapun hubungan antar ayat ialah hubungan makna antara ayat-ayat yang berdekatan atau antara bagian-bagian dalam satu ayat. Dilihat dari segi letaknya, hubungan makna antar ayat terbagi kedalam dua hal, yaitu:
a.       Hubungan Makna Suatu Ayat Dengan Ayat Sebelumnya Atau Sesudahnya.
Hubungan seperti ini, misalnya, antara   بسم اللّه الرّحمن الرّحيم dengan
الحمد للّه ربّ العالمينayat pertama berisi pengakuan bahwa Allah itu ada dan perbuatan yang dilakukan seseorang berhasil atau tidaknya tergantung kepadanya. Menurut ikrar tersebut, Allah itu adalah Tuhan yang Rahman dan Rahim dan bersifat Pengasih Penyayang. Bukti kasih sayangnya adalah banyak nikmat yang telah dirasakan oleh setiap orang, sekalipun orang itu orang kafir, durhaka, bahkan orang yang tidak pernah memohon kepada-Nya. Demikian pula nikmat yang dirasakan oleh orang-orang yang beriman, jumlahnya tidak terhitung. Dengan karunia yang sangat banyak ini, maka pantaslah dia dipuja dengan الحمد للّه ربّ العالمين
b.      Hubungan Antara Makna Bagian Suatu Ayat Dengan Bagian Lain Dengan Ayat Tersebut.
Sebagai contoh, hubungan antara الحمد للّه dengan ربّ العالمين. Pujian ini hanya Milik Allah Yang Rahman dan Rahim. Dengan bagian kata berikutnya, yaitu ربّ العالمين  ternyata objek yang diberi kasih sayang itu tidak terbatas kepada manusia saja, tetapi Ia sebagai pemelihara alam semesta, baik dari jenis manusia, binatang ataupun tumbuh-tumbuhan dan sebagainya.
6
E.     Urgensi  Munasabah
Pembahasan munasabah tidak begitu menarik dibahas oleh ahli tafsir seperti pembahsan pada ilmu al-quran lainnya (ababu an nuzul,nasakh dan mansukh dll), kondisi ini terbukti dengan sedikitnya literatur mengenai munasabah itu. Namun kondisi ini bukan berarti tidak penting sebagai metode dalam memahami makna al-quran.
         Disisi lain Zarkashi mensinyalir adanya faedah memahami munasabah untuk menafsirkan al-quran, yakni menjadikan bagian-bagian kalimat menjadi satu keutuhan, yang diungkapkan dengan sling keterkaitan antara satu dan lainnya sehingga membantu ahli tafsir dalm memahami makna yang terkandung dalam al-quran.
         Pengetahuan terhadap munasabah tersebut bukanlah taufiqi, akan tetapi merupakan ijtihat mufassir, dan buah penghayatannya terhadap kemu`jizatan al-quran dan rahasia retorika dari segi keterangannya .yang mandiri. Apabila munasabah itu,halus ma`nanya, keharmonisan konteknya, sesuain asas kebahasaan dalam bahasa arab, makna munasabah itu bisa diterima.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar